Tak Hanya Soal Keadilan, Kasus Pencemaran Nama Baik di Magetan Juga Uji Komitmen Polisi pada Kebebasan Pers

Tag: , , , , , , , , , , ,
oplus_1026

Magetan – Nusativi.com – Proses hukum kasus dugaan pencemaran nama baik yang menyeret Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Magetan kini memasuki babak baru. Namun di balik jalannya pemeriksaan yang digelar hari ini, keluarga pelapor menaruh perhatian serius pada transparansi aparat kepolisian.

R.M. Nugroho Yuswo Widodo, ayah dari pelapor Roro Mida Royanugrahaningrum, menegaskan bahwa keluarganya berharap penyidik dapat bekerja secara profesional dan bebas intervensi. Menurutnya, status terlapor yang merupakan pejabat daerah berpotensi menimbulkan permainan politik maupun “main belakang”.

“Profesionalitas polisi sedang diuji. Jangan sampai ada intervensi atau pengkondisian. Kami hanya menuntut proses hukum yang jujur, objektif, dan adil,” kata Nugroho usai mendampingi anaknya di Mapolres Magetan, Kamis (04/09/2025).

Nugroho bahkan menyatakan siap membawa kasus tersebut ke tingkat yang lebih tinggi apabila keadilan tidak ditegakkan. “Kami akan hormati apa yang diputuskan Polres Magetan, tapi kalau tidak ada keadilan, kami siap menempuh jalur ke Polda bahkan Mabes Polri,” tegasnya.

oplus_1026

Sikap tegas keluarga pelapor ini sekaligus menjadi pengingat bahwa kasus hukum yang melibatkan pejabat publik harus ditangani dengan penuh integritas. Masyarakat menaruh harapan besar agar aparat benar-benar mengedepankan asas keadilan, bukan sekadar formalitas hukum.

Di sisi lain, kuasa hukum pelapor, Soerjati, S.H., menyampaikan proses masih dalam tahap penyelidikan. Ia menegaskan, pihaknya percaya penyidik akan bekerja sesuai prosedur. Namun, ia tetap mengingatkan bahwa kasus ini rawan dipolitisasi.

“Laporan klien kami masuk dalam dugaan tindak pidana pencemaran nama baik sebagaimana diatur Pasal 310 KUHP. Proses masih panjang, masih ada pemanggilan saksi hingga gelar perkara. Yang kami harapkan hanyalah proses hukum yang bersih,” ujarnya.

Dengan latar belakang kasus yang menyeret seorang pejabat daerah, transparansi aparat penegak hukum menjadi sorotan utama. Tidak hanya untuk menjamin keadilan bagi pelapor, tetapi juga menjaga kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.

Disisi lain, sejumlah awak media mengalami kejadian kurang mengenakkan, yakni ketika wartawan hendak menemui Kepala Unit 1 Satreskrim untuk meminta konfirmasi hasil pemeriksaan terhadap pelapor, saat sejumlah jurnalis menanyakan keberadaan kepala unit, seorang yang disinyalir anggota polisi justru menutup pintu ruangan secara tiba-tiba. Tindakan tersebut dinilai tidak pantas karena menghalangi awak media dalam menjalankan tugas jurnalistik.

Sebagaimana diketahui, Polri telah berulang kali menegaskan komitmennya untuk melindungi kebebasan pers. Media dianggap sebagai mitra strategis yang memiliki peran penting dalam menyampaikan informasi kepada publik. Karena itu, setiap upaya menghalangi kerja jurnalistik berpotensi melanggar aturan dan merugikan kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian.

Kebebasan pers sendiri dijamin melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dalam regulasi tersebut ditegaskan bahwa jurnalis berhak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi. Sikap tertutup aparat dinilai berlawanan dengan semangat keterbukaan informasi publik.

Dalam konteks ini, Polres Magetan diharapkan segera melakukan evaluasi internal agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Selain itu, aparat kepolisian juga dituntut untuk memperlakukan awak media dengan profesional sebagai bagian dari komitmen transparansi hukum.

Kejadian tersebut menjadi catatan penting, mengingat peran pers bukan hanya sebagai penyampai informasi, tetapi juga sebagai pengawas publik dalam memastikan jalannya proses hukum berjalan transparan dan akuntabel. (DK)