PTSL Desa Balegondo Kisruh, Diduga Ada Pemalsuan Dokumen Ahli Waris

Tag: , , , , ,

Magetan — Nusativi.com — Tak hanya terjadi di wilayah lain, namun polemik yang berkaitan dengan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) juga terjadi di Kabupaten Magetan baru-baru ini.

Sejak tahun 2018 sesuai dengan Instruksi Presiden No 2 Tahun 2018, Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) digulirkan. Masyarakat awam mengenal program ini dengan sertifikasi tanah gratis bagi mereka yang tanahnya secara administratif sudah memiliki surat-surat namun belum bersertifikat.

Program ini seharusnya secara prosedural berjalan dengan baik. Mulai dari persyaratan saat pendaftaran, proses pengecekan sampai pembuatan sertifikat dilakukan dengan prosedur tertentu sehingga tidak memungkinkan mereka yang tidak berhak, bisa mendapatkan sertifikat.

Namun sayangnya, karena sejumlah faktor menjadi penyebab PTSL menjadi kisruh dan menimbulkan konflik yang tidak berkesudahan. Diantaranya berkaitan dengan patok batas tanah yang tidak sesuai, kesalahan nama, hingga adanya dugaan pemalsuan dokumen surat penyataan persetujuan ahli waris.

Hal itulah yang dialami oleh Sijem, warga Desa Balegondo, Kecamatan Ngariboyo, Kabupaten Magetan yang mengaku merasa dibodohi oleh keluarga dan salah satu perangkat desa setempat berkaitan dengan penerbitan sertifikat tanah warisan dari orang tuanya.

Saat ditemui dikediamannya, Sijem menjelaskan rentetan kronologi adanya keanehan penerbitan sertifikat tanah warisan orang tuanya serta adanya dugaan pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh sejumlah oknum.

“Saya ini ada 5 bersaudara, tapi yang 2 saudara saya sudah meninggal, jadi tinggal tiga bersaudara, Kakak saya nomor 2 Samirah, kakak nomor 4 Poniyem, dan saya sendiri anak nomor 5,” terangnya.

“Jadi orang tua kami mewariskan sebidang tanah untuk dibagi pada kedua kakak saya Samirah dan Poniyem, dan saya sendiri diwariskan rumah. Seiring berjalannya waktu kakak saya Samirah tidak mempunyai keturunan (anak) dan mewariskan bagian tanahnya untuk saya (Sijem), wasiat itu banyak saksi yang mengetahui baik dari pihak keluarga maupun perangkat desa,” ujarnya.

Lebih lanjutnya, beliau menceritakan bahwa setiap tahun pihaknya juga rutin membayar SPPT PBB (pajak) atas nama kakaknya Samirah. Keanehan terjadi saat adanya pendaftaran program PTSL dari keluarga Poniyem (kakak nomor 4) yang mengatakan bahwa tanah tersebut akan disertifikatkan sehingga Sijem dimintai sejumlah uang untuk ikut patungan membayar biaya administrasi pembuatan sertifikat PTSL.

“Saya juga dimintai uang untuk PTSL katanya mau disertifikatkan jadi 2. Tapi nyatanya lain, itu kan tanah warisan orang tua, harusnya saya dimintai tanda tangan persetujuan sebagai ahli waris, tapi ini tidak sama sekali, tiba-tiba sertifikat jadi atas nama anaknya kakak saya (Poniyem),” jelasnya.

Dari situlah, keluarga Sijem merasa dibohongi dan tidak terima sehingga mencoba untuk meminta klarifikasi pada pihak desa dalam hal ini salah satu Kamituwo Desa Balegondo.

“Saya sudah mencoba minta konfirmasi pada kamituwo yang bernama Heru, jadi katanya itu terjadi karena tergesa-gesa,” ungkap menantu Sijem yang bernama Sugeng.

“Ya kalau tergesa-gesa tidak mungkinlah, semua ahli waris kan harusnya diberitahu, bahkan tanda tangan persetujuan, tapi kok ibu (Sijem) mertua saya sama sekali tidak diberitahu dan dimintai persetujuan,” tuturnya.

Melihat dari kekisruhan yang muncul, dapat disimpulkan permasalahan tersebut telah melanggar Kitab Undang-Undang Hukum Perdata serta Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Disamping itu, muncul dugaan berkaitan dengan pemalsuan tanda tangan ahli waris untuk permohonan pengurusan sertifikat tanah melalui program PTSL. Pasalnya Sijem yang notabenenya sebagai salah satu ahli waris merasa belum pernah menandatangani surat pernyataan, kwitansi dan surat lainnya yang berkaitan dengan persetujuan peralihan hak sebidang tanah milik orang tuanya pada keponakannya (anak dari Poniyem).

Untuk diketahui, polemik yang menimpa dirinya tersebut terjadi pada program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Desa Balegondo tahun 2023 lalu. Namun hingga pergantian tahun 2024 ini belum ada penyelesaian baik dari pihak desa maupun panitia PTSL yang menangani.

“Belum ada penyelesaian, dari 2023 hingga 2024 ini. Katanya sertifikat masih ditahan oleh Kamituwo setelah saya mempertanyakan kejanggalan yang terjadi,” tutup Sugeng. (DK)